Berikut adalah teks pidatoku ketika ujian praktik SMA kelas 12. Dalam membuat teks pidato yang akan ditampilkan, buatlah yang menarik. Misal ada pantun, lagu, puisi, dll. Jadi, ketika ditampilkan terlihat ada nilai plus nya hehe 😊
Semangat yang sedang ujian praktik dan untuk adik-adik kelas 12. Semoga ini sedikit membantu ya.
TEKS PIDATO TEMA PERSATUAN INDONESIA
Assalamualikum wr. wb.
Puji
syukur kehadirat Allah swt. yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita
semua, sehingga kita dapat berkumpul dalam kesempatan yang berbahagia ini dalam
keadaan sehat tanpa ada suatu halangan apapun.
Hadirin
yang saya hormati
Wilayah
geografis Indonesia terbentang dari sabang sampai merauke. Beribu-ribu pulau
bersemayam berbagai suku bangsa dengan berbagai kebudayaan unik didalamnya.
Aceh dengan tari samannya, Jawa Barat dengan angklungnya, Jawa Tengah dengan
gamelannya, Yogyakarta dengan tari ramayananya, Jawa Timur dengan Reog
Ponorogonya, Bali dengan tari kecaknya, dan masih banyak lagi kebudayaan
Indonesia yang bahkan sudah mendunia.
Keragaman
budaya tersebut membuat Indonesia dipandang unik oleh berbagai negara. Tak heran
banyak warga asing yang datang ke Indonesia hanya untuk mempelajari budaya
Indonesia. Jadi, haruskah kita kalah dengan orang asing yang sangat antusias
mempelari budaya kita, sedangkan kita melupakan budaya kita sendiri? Bukan kah
itu menjadi sindiran bagi diri kita sendiri sebagai warga Indonesia jika kita
tidak mengerti akan kebudayaan daerah sendiri.
Kebudayaan
akan terus hidup bila pemilik kebudayaannya peduli. Jika pemilik kebudayaannya
acuh tak acuh, niscaya budaya akan hilang dengan sendirinya. Kebudayaan adalah
nilai-nilai luhur yang tidak dapat dipisahkan dari negara dan bangsanya.
Dalam
sebuah kutipan yang diambil dari buku “Leksikon Kasus-teraan Indonesia” karya
Pamusuk Eneste, 1990. Ke-Indonesiaan kami
tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam,
atau tulang pelipis kami yang menjorok kedepan. Kami tidak akan memberikan
suatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia, tidak meninginkan suatu hal yang
menjulang dari kebudayaan, akan tetapi tentang penghidupan dari kebudayaan ini
untuk generasi seterusnya.
Dalam
kutipan sastra tadi dapat kita maknai bahwa kebudayaan bukanlah hal yang
bersifat esensialis-deterministis, melainkan sebuah proses yang dapat terus
menerus berlangsung.
Sedangkan
bangsa sendiri merupakan rakyat yang bercampur baur tidak ber kotak-kotak oleh
ras, golongan, atau pembagian yang asli dan yang tidak asli. Sehingga dari
sifat saling menghargai antar sesama ini, dapat menimbulkan suatu kepercayaan dalam
bersatu.
Tak heran jika banyak ilmuan yang
datang ke Indonesia hanya untuk sekedar meneliti, bagaimana bisa sebuah negara
dapat bertahan dan kokoh dengan berbagai perbedaan. Dalam data statistik tahun
2010 jumlah kebudayaan di Indonesia yakni 742 bahasa, 7241 karya budaya, dan 1340
suku.
Bahkan,
dalam sebuah pertemuan, Presiden Ashraf Ghani menuturkan bahwa beliau kagum
dengan Indonesia yang bisa rukun dan bersatu walau dengan berbagai perbedaan,
padahal di Afghanisatan yang hanya memiliki 7 suku, ada 4 suku yang berkonflik
hingga 40 tahun ini belum terselesaikan.
Dari hal tersebut, patutlah kita
bangga, jangan lah sampai sebuah perbedaan, bisa membuat perpecahan bagi negara
kita sendiri.
Pemerintah juga sudah memberikan
wewenangnya untuk turut menjaga udaya Indonesia dalam pasal 32 ayat 1 berbunyi
: “Negara memajukan kebudayaan Nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”
Hadirin yang berbahagia,
Dalam sebuah
kutipan sajak berbunyi :
Di masa pembangunan
ini, tuan hidup kembali dan bara kagum menjadi api.
Didepan sekali, tuan
menanti, tak gentar lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan keris
di kiri, berselimpang semangat yang tak bisa mati.
Maju,
inilah barisan tak bergendang berpalu, kepercayaan tanda menyerbu. Sekali
berarti sesudah itu mati.
Dalam puisi karya Chairil Anwar, ia
sedang menggambakan sosok Diponegoro yang melawan penjajah dengan pasukannya,
baik pengguna pedang (parang) maupun keris. Pangeran Diponegoro tidak
membedakan pasukannya, mereka saling percaya satu sama lain, hanya untuk
mengusir para penjajah untuk Indonesia merdeka.
Dalam
hal ini, dapat disimpulkan : jika kita memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi,
tujuan yang sama, baik itu perbedaan yang jumlahnya beribu-ribu kepercayaan
akan sesama akan terpatri dalam diri kita sendiri.
Satu Nusa Satu Bangsa ...............
Terimakasih atas perhatiannya,
apabila ada tutpur
kata yang kurang berkenan di hati hadirin sekalian saya mohon maaf.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
0 komentar:
Posting Komentar